Rabu, 17 Februari 2016

Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan

Bab I
Dinamika Perwujudan Pancasila sebagai Dasar Negara dan Pandagan Hidup Bangsa

A.      Penerapan Pancasila dari masa ke masa
Kedudukan Pancasila sebagai dasar negara dan pandangan hidup bangsa telah disepakati oleh seluruh bangsa Indonesia. Akan tetapi, dalam perwujudan banyak sekali mengalami pasang surut. Bahkan, sejarah bangsa kita telah mencatat bahwa pernah ada upaya untuk mengganti Pancasila sebagai dasar negara dan pandangan hidup bangsa dengan ideologi lainnya. Meskipun upaya ini dapat digagalkan oleh Indonesia tidak berarti bahwa ancaman terhadap Pancasila telah berakhir. Berikut upaya yang dilakukan untuk menggantikan Pancasila :

1.       Masa Orde Lama
Pada masa orde lama, kondisi politik dan keamanan diliputi oleh kekacauan dan kondisi sosial-budaya berada dalam suasan peralihan dari masyarakat terjajah menjadi masyarakat merdeka. Masa orde lama adalah masa pencarian bentuk penerapan Pancasila terutama dalam sistem kenegaraan. Terdapat tiga periode penerapan Pancasila yang berbeda, yaitu :
a.       Periode 1945-1950
Pada periode ini terjadi upaya-upaya yang dilakukan dengan tujuan untuk menggantikan Pancasila dengan ideologi lain. Berikut upaya-upaya pemberontakan yang dilakukan :
1.       Pemberontakan Partai Komunis Indonesia (PKI) di Madiun terjadi pada tanggal 18 September 1948. Pemberontakan ini dipimpin oleh Muso. Tujuan utamanya adalah mendirikan negara Soviet Indonesia yang berideologi komunis. Pemberontakan ini pada akhirnya dapat digagalkan.

Muso, pemipin pemberontakan PKI di Madiun

2.       Pemberontakan Darul Islam/Tentara Islam Indonesia dipimpin oleh Sekarji Marijan Kartosuwiryo. Pemberontakan ini ditandai dengan didirikannya Negara Islam Indonesia (NII) oleh Kartosuwiryo pada tanggal 17 Agustus 1949 dengan tujuan untuk mengganti Pancasila sebagai Dasar Negara dengan syari’at islam. Pemberontak ini berhasil ditangkap pada tanggal 4 Juli 1962.


b.      Periode 1950 – 1959
Pada periode ini dasar negara masih tetap Pancasila, akan tetapi dalam penerapannya lebih diarahkan pada ideology liberalisme. Hal tersebut dapat dilihat dari penerapan sila keempat yang tidak lagi berjiwakan musyawarah mufakat, melainkan suara terbanyak (voting).
Pada periode ini, munculnya pemberontakan Republik Maluku Selatan (RMS), Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia (PRRI), dan Perjuangan Rakyat Semesta (Permesta) yang ingin melepaskan diri dari NKRI. Pemilu 1955 yang dianggap paling demokratis. Namun anggota Konstitusi hasil Pemilu tidak dapat menyusun UUD seperti yang diharapkan, yang menyebabkan krisis politik, ekonomi, dan keamanan. Hal ini menyebabkan pemerintah mengeluarkan Dekrit Presiden 1959 dan melalui Dekrit Presiden, pemerintah membubarkan Konstitusi, UUD Sementara tahun 1950 dinyatakan tidak berlaku, dan kembali kepada UUD Tahun 1945. Kesimpulannya yang ditarik dari penerapan Pancasila selama periode ini adalah Pancasila diarahkan menjadi ideology liberal yang ternyata tidak menjamin stabilitas pemerintahan.

c.       Periode 1959 – 1966
Periode ini dikenal sebagai periode demokrasi terpimpin. Demokrasi dimaknai bukan berada pada kekuasaan rakyat sehingga yang memipin adalah nilai-nilai Pancasila tetapi berada pada kekuasaan pribadi Presiden Soekarno. Terjadilah berbagai penyimpangan penafsiran terhadap Pancasila dalam konstitusi. Akibatnya, Soekarno menjadi otoriter, diangkat menjadi presiden seumur hidup serta menggabungkan Nasionalis, Agama, dan Komunis (Nasakom), yang ternyata tidak cocok bagi NKRI. Terbukti adanya kemerosotan moral di sebagian masyarakat yang tidak lagi hidup bersendikan nilai-nilai Pancasila dan berusaha untuk menggantikan Pancasila dengan ideology lain. Pada periode ini terjadi pemberontakan PKI pada tanggal 30 September 1965 yang dipimpin oleh D.N Aidit. Tujuan pemberontakan ini adalah kembali mendirikan Negara soviet di Indonesia serta mengganti Pancasila dengan Paham Komunis. Pemberontakan ini dapat digagalkan. Semua pelakunya ditangkap dan dijatuhi hukuman sesuai dengan perbuatannya. Kesimpulannya yang ditarik dari penerapan Pancasila selama periode ini adalah Nilai-nilai Pancasila yang memipin kekuasaan rakyat.

2.       Masa Orde Baru
Era Demokrasi terpimpin dibawah kepemimpinan Presiden Soekarno mendapat tamparan keras saat 30 September 1965, tentang pemberontakan PKI (Partai Komunis Indonesia) tersebut membawa akibat yang teramat fatal bagi partai itu sendiri, yakni terselisihkannya partai tersebut dari arena perpolitikan Indonesia. Begitu juga dengan Presiden Soekarno yang berkedudukan sebagai Pemimpin Besar Revolusi dan Panglima Angkatan Perang Indonesia secara pasti sedikit demi sedikit kekuasannya dikurangi bahkan digeserkan dari jabatan presiden pada tahun 1967, sampai pada akhirnya ia tersingkir dari arena perpolitikan nasional.
Pada tahun 1966 – 1968, saat Soekarno dipilih menjadi Presiden, pada saat itu disebut Era Orde Baru menerapkan konsep Demokrasi Pancasila dengan visi utamanya adalah melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen dalam setiap aspek kehidupan masyarakat Indonesia.
Orde Baru memberikan secerah harapan bagi rakyat Indonesia, terutama yang berkaitan dengan perubahan-perubahan politik dari yang bersifat otoriter pada masa demokrasi terpimpin dibawah Presiden Soekarno menjadi lebih demokratis. Soeharto dipercaya sebagai orang yang mampu menyelamatkan Indonesia dari keterpurukan, karena berhasil membubarkan PKI dan menciptakan stabilitas keamanan negeri ini dari pemberontakan PKI dalam waktu yang relative singkat.
Antara orde baru dan orde lama sebenarnya sama saja (sama-sama otoriter). Dalam ored baru, kekuasaan Presiden merupakan pusat dari seluruh proses politik di Indonesia. Lembaga Kepresidenan merupakan pengontrol utama lembaga lainnya baik yang supra struktur ( DPR, MPR, DPA, BPK, dan MA) maupun yang infrastruktur (LSM, Partai Politik, dan sebagainya). Selain itu Presiden Soeharto juga mempunyai sejumlah legalitas yang tidak dimiliki oleh siapapun seperti Pengemban Supersemar, Mandataris MPR, Bapak Pembangunan dan Panglima Tertinggi ABRI.

3.       Masa Orde Reformasi
Pada masa ini Pancasila tidak lagi dihadapkan pada ancaman pemberontakan-pemberontakan, akan tetapi diharapkan pada kondisi kehidupan yang diwarnai oleh kehidupan yang serba bebas. Kebebasan tersebut meliputi kebebasan berbicara, berorganisasi, berekspresi dan sebagainya. Kebebasan terdapat satu sisi yang dapat memicu kreativitas masyarakat, tapi disisi lain juga dapat mendatangkan dampak negative yang merugikan, antara lain memicunya terjadinya pepecahan dan sebaginya. Tantangan lain dalam penerapan Pancasila di era ini adalah menurunnya rasa persatuan dan kesatuan diantara sesame warga bangsa saat ini.
Seolah-olah wawasan kebangsaan yang dilandasi oleh nilai-nilai Pancasila yang lebih mengutamakan kerukunan telah hilang dari kehidupan masyarakat. Saat ini Bangsa Indonesia juga dihadapkan pada perkembangan dunia yang sangat cepat dan mendasar, serta berpacunya pembangunan bangsa – bangsa. Dunia saat ini sedang terus bergerak mencari tata hubungan baru baik dilapangan politik, ekonomi maupun pertahanan keamanan. Walaupun bangsa-bangsa di dunia semakin menyadari bahwa mereka saling membutuhkan dan saling tergantung satu sama lain, namun persaingan antara kekuatan-kekuatan besar dunia dan perebutan pengaruh masih bercambuk.
Salah satu cara untuk menanamkan pengaruh kepada negara lain adalah melalui penyusupan ideologi, baik secara langsung maupun secara tidak langsung. Kewaspadaan dan kesiapan harus selalu kita tingkatkan untuk menanggulangi penyusupan ideologi yang tidak sesuai dengan Pancasila. Hal ini lebih penting artinya, karena bangsa kira termasuk bangsa yang sedang berkembang. Masyarakat yang kita cita-citakan belum terwujud secara nyata, belum mampu memberikan kehidupan yang lebih baik sesuai cita-cita bersama. Keadaan ini sadar atau tidak sadar, terbuka kemungkinan bagi bangsa kita untuk berpaling dari Pancasila dan mencoba membangun masa depannya dengan diilhami oleh suatu pandangan hidup atau dasar Negara.

B.      Nilai-nilai Pancasila sesuai dengan Perkembangan Zaman
Diterimanya Pancasila sebagai dasar negara dan pandangan hidup bangsa membawa konsekuensi logis bahwa nilai-nilai pancasila dijadikan landasan pokok, landasan fundamental bagi penyelenggaraan negara Indonesia. Pancasila berisi lima sila yang pada hakikatnya berisi lima nilai dasar yang fundamental. Nilai-nilai dasar dari Pancasila tersebut adalah nilai Ketuhanan Yang Maha Esa, Nilai Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab, nilai Persatuan Indonesia, nilai Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, dan nilai Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Dengan kata lain, nilai dasar Pancasila adalah nilai ketuhanan,nilai kemanusiaan, nilai persatuan, nilai kerakyatan, dan nilai keadilan. Nilai-nilai dasar Pancasila dapat menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman. Dengan kata lain, nilai-nilai tersebut tetap dapat diterapkan dalam berbagai kehidupan bangsa dari masa ke masa. Hal tersebut dikarenakan Pancasila merupakan ideologi yang bersifat terbuka.

1.       Hakikat Ideologi Terbuka
Sebagai suatu sistem pemikiran, ideologi sangatlah wajar jika mengambil sumber atau berpandangan dari pandangan dan falsafah hidup bangsa. Hal tersebut akan membuat ideologi tersebut berkembang sesuai dengan perkembangan masyarakat dan kecerdasan kehidupan bangsa. Artinya, ideologi tersebut bersifat terbuka dengan senantiasa mendorong terjadinya perkembangan-perkembangan pemikiran baru tentang ideologi tersebut, tanpa harus kehilangan jatidirinya. Kondisi ini akan berbeda sama sekali, jika ideologi tersebut berakar pada nilai-nilai yang berasal dari  luar bangsanya atau pemikiran perseorangan. Ideologi yang seperti itu akan kaku dan cenderung bersifat dogmatis sempit. Dengan kata lain ideologi tersebut bersifat tertutup. Di bawah ini tabel perbedaan Ideologi Terbuka dengan Ideologi tertutup
Perbedaan
Ideologi Terbuka
Ideologi Tertutup
1. Sistem Pemikiran terbuka
1. Sistem pemikiran tertutup
2. Nilai-nilai dan cita-citanya tidak dipaksakan dari luar, melainkan digali dan diambil dari harta kekayaan rohani, moral dan budaya masyarakat itu sendiri
2. Cenderung untuk memaksakan dan mengambil nilai-nilai ideologi dari luar masyarakat yang tidak sesuai dengan keyakinan dan pemikiran masyarkatnya.
3. Dasar pembentukan ideologi bukan keyakinan ideologis sekelompok orang, melainkan hasil musyawarah dan kesepakatan dari masyarakat sendiri
3. Dasar pembentukannya adalah cita-cita atau keyakinan ideologis perseorangan atau satu kelompok orang
4. Tidak diciptakan oleh negara, melainkan oleh masyarakat itu sendiri sehingga ideologi tersebut adalah milik seluruh rakyat atau anggota masyarakat
4. Pada dasarnya ideologi tersebut diciptakan oleh negara, dalam hal ini penguasa negara yang mutlak harus diikuti oleh seluruh masyarakat
5. Tidak hanya dibenarkan, melainkan dibutuhkan oleh seluruh masyarakat setempat
5. Pada hakikatnya ideologi tersebut hanya dibutuhkan oleh penguasa negara untuk melangengkan kekuasaannya dan senderung memiliki nilai kebenaran hanya dari sudut pandang penguasa saja
6. Isinya tidak bersifat operasional. Ia baru bersifat operasional apabila sudah dijabarkan ke dalam perangkat yang berupa konstitusi atau peraturan perundang-undangan lainnya
6. isinya terdiri dari tuntutan-tuntutan konkret dan operasional yang bersifat keras yang wajib ditaati oleh seluruh warga masyarakat
7. senantiasa berkembang seiring dengan perkembangan aspirasi, pemikiran serta akselerasi dari masyarakat dalam mewujudkan cita-citanya untuk hidup berbangsa dalam mencapai harkat dan martabat manusia
7. tertutup terhadap pemikiran-pemikiran baru yang berkembang di masyarakat
Dari tabel di atas, ideologi terbuka memang lebih unggul dibandingkan dengan ideologi tertutup. Hal tersebut membuat ideologi terbuka tidak hanya sekedar dibenarkan, melainkan dibutuhkan oleh berbagai negara. Hampir dapat dipastikan, negara yang menganut sistem ideologi tertutup seperti negara komunis, mengalami kehancuran secara ideologis. Dalam arti, negara tersebut tidak mampu membendung desakan-desakan yang muncul baik dari dalam maupun dari luar negaranya, yang pada akhirnya membuat ideologi negara tersebut ditinggalkan oleh masyarakatnya sendiri.

2.       Kedudukan Pancasila sebagai Ideologi Terbuka
Pancasila berakar pada pandangan hidup bangsa dan falsafah bangsa, sehingga memenuhi prasyarat menjadi ideologi yang terbuka. Sekalipun Pancasila bersifat terbuka, tidak berarti bahwa keterbukaannya adalah sebegitu rupa sehingga dapat memusnahkan atau meniadakan jati diri Pancasila sendiri. Keterbukaan Pancasila mengandung pengertian bahwa Pancasila senantiasa mampu berinteraksi secara dinamis. Nilai-nilai Pancasila tidak berubah,namun pelaksanaannya disesuaikan dengan kebutuhan dan tantangan nyata yang kita hadapi dalam setiap waktu. Hal ini dimaksudkan untuk menegaskan bahwa ideologi Pancasila bersifat aktual, dinamis, antisipatif dan senantiasa mampu menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman, ilmu pengetahuan dan teknologi serta dinamika perkembangan aspirasi masyarakat.
Berdasarkan uraian di atas, keterbukaan ideologi Pancasila mengandung nilai-nilai   sebagai berikut:
a. Nilai Dasar, yaitu hakikat kelima sila Pancasila: Ketuhanan, Kemanusiaan, Persatuan, Kerakyatan, Keadilan. Nilai-nilai dasar tersebut bersifat universal, sehingga di dalamnya terkandung cita-cita, tujuan, serta nilai-nilai yang baik dan benar. Nilai dasar ini bersifat tetap dan terlekat pada kelangsungan hidup negara. Nilai dasar tersebut selanjutnya dijabarkan dalam pasal-pasal Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
b. Nilai instrumental, yaitu penjabaran lebih lanjut dari nilai-nilai dasar ideologi Pancasila. Misalnya program-program pembangunan yang dapat disesuaikan dengan perkembangan zaman dan aspirasi masyarakat, undang-undang, dan departemen-departemen sebagai lembaga pelaksana juga dapat berkembang. Pada aspek ini senantiasa dapat dilakukan perubahan.
c. Nilai praksis, yaitu merupakan realisasi nilai-nilai instrumental dalam suatu pengalaman nyata dalam kehidupan sehari-hari dalam bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Dalam realisasi praksis inilah maka penjabaran nilai-nilai Pancasila senantiasa berkembang dan selalu dapat dilakukan perubahan dan perbaikan (reformasi) sesuai dengan perkembangan zaman dan aspirasi masyarakat. Inilah sebabnya bahwa ideologi Pancasila merupakan ideologi yang terbuka.
Suatu ideologi selain memiliki aspek-aspek yang bersifat ideal yang berupa cita-cita, pemikiran-pemikiran serta nilai-nilai yang dianggap baik, juga harus memiliki norma yang jelas. Hal ini dikarenakan suatu ideologi harus mampu direalisasikan dalam kehidupan nyata. Oleh karena itu, Pancasila sebagai ideologi terbuka secara struktural memiliki tiga dimensi, yaitu:
a.       Dimensi Idealisme
Dimesi Idealisme ini menekankan bahwa nilai-nilai dasar yang terkandung dalam Pancasila berdifat sistematis, rasional dan menyeluruh itu pada hakikatnya bersumber pada filsafat Pancasila, karena setiap ideology bersumber pada suatu nilai-nilai filosofis atau sistem filsafat. Dimensi idealisme yang terkandung dalam Pancasila mampu memberikan harapan, optimisme serta mampu mendorong motivasi pndukungnya untuk berupaya mewujudkan cita-citanya.
b.      Dimensi Normatif
Dimensi ini mengandung pengertian bahwa nilai-nilai yang terkandung
dalam pancasila perlu dijabarkan dalam suatu sistem norma,sebagaimana terkandung dalam norma-norma keagamaan. Dalam pengertian ini Pancasila terkandung dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang merupakan tertib hukum tertinggi dalam negara Republik Indonesia serta merupakan staatsfundamentalnorm (pokok kaidah negara yang fundamental). Dengan kata lain, Pancasila agar mampu dijabarkan ke dalam langkah-langkah yang bersifat operasional, perlu memiliki norma atau aturan hukum yang jelas.
c.       Dimensi Realitas
Dimensi ini mengandung makna bahwa suatu ideologi harus mampu
mencerminkan realitas kehidupan yang berkembang dalam masyarakat. Dengan kata lain, Pancasila memiliki keluwesan yang memungkinkan dan bahkan merangsang pengembangan pemikiran-pemikiran baru yang relevan tentang dirinya, tanpa menghilangkan atau mengingkari hakikat yang terkandung dalam nilai-nilai dasarnya. Oleh karena itu, Pancasila harus mampu dijabarkan dalam kehidupan masyarakatnya secara nyata baik dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam penyelenggaraan negara.
Berdasarkan dimensi yang dimiliki oleh Pancasila sebagai ideologi terbuka, maka ideologi Pancasila:
a. Tidak bersifat utopis, yaitu hanya merupakan sistem ide-ide belaka yang jauh dari kehidupan sehari-hari secara nyata
b. Bukan merupakan suatu doktrin belaka yang bersifat tertutup, melainkan suatu norma yang bersifat idealis, nyata dan reformatif yang mamapu melakukan perubahan.
c. Bukan merupakan suatu ideologi yang pragmatis, yang hanya menekankan pada segi praktis-praktis belaka tanpa adanya aspek idealisme.
Pancasila dapat dipastikan bukan merupakan ideologi tertutup, tetapi ideologi terbuka. Akan tetapi, meskipun demikian keterbukaan Pancasila bukan berarti tanpa batas. Keterbukan ideologi Pancasila harus selalu memperhatikan:
a. Stabilitas nasional yang dinamis
b. Larangan untuk memasukan pemikiran-pemikiran yang mengandung nilai-nilai ideologi marxisme, leninisme dan komunisme
c. Mencegah berkembanganya paham liberal
d. Larangan terhadap pandangan ekstrim yang menggelisahkan kehidupan masyarakat
e. Penciptaan norma yang barus harus melalui konsensus

C.      Perwujudan Nilai-nilai Pancasila secara umum
1.       Sila Ketuhanan Yang Maha Esa. Perwujudan dalam sila yang pertama ini adalah bangsa Indonesia menyatakan kepercayaan dan ketakwaannya terhadap Tuhan Yang Maha Esa, tidak memaksakan suatu agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa kepada orang lain.
2.       Sila Kemanusiaan yang Adil dan Beradab. Perwujudan nilai Pancasila dalam Sila ini adalah mengakui persamaan derajat, persamaan hak dan kewajiban setiap manusia tanpa membeda-bedakan suku, keturunan, agama, kepercayaan, jenis kelamin, kedudukan sosial, warna kulit, dan sebagainya.
3.       Sila Persatuan Indonesia. Perwujudan nilai Pancasila dalma Sila ini adalah sanggup dan rela berkorban untuk kepentingan negara dan bangsa apabila diperlukan, mengembangkan rasa cinta tanah air dan bangsa, dan memajukan pergaulan demi persatuan dan kesatuan bangsa.
4.       Sila Kerakyatan yang Dimpimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan. Perwujudan nilai dalam Sila ini adalalh tidak memaksakana kehendak pribadi kepada orang lain, musyawarah untuk mencapai mufakat diliputi oleh semanggat kekeluargaan dan juga menghormati serta menjunjung tinggi setiap keputusan yang dicapai sebagai hasil musyawarah.
            5.   Sila Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia. Perwujudan nilai dalam sila ini                             adalah mengembangkan perbuatan luhur yang mencerminkan sikap kekeluargaan dan 
                  kegotongroyongan, menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban serta suka bekerja 
                  keras.




Bab 2
Pokok Pikiran Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Indonesia 1945

A.      Makna setiap alinea pada Pembukaan Undang-Undang 1945
1.       Alinea Pertama
Alinea Pertama berbunyi, “ Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan ”. Dalam anilea yang pertama ini,menegaskan tentang hak warga untuk memperoleh kemerdekaan dan bebas dari segala bentuk tekanan.
2.       Alinea Kedua
Alinea Kedua berbunyi “ Dan Perjuangan Pergerakan Kemerdekaan Indonesia telah sampailah kepada saat yang berbahagia dengan selamat sentosa mengantarkan rakyat Indonesia kedepan pintu gerbang kemerdekaan Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil, dan makmur ”. Makna yang terkandung dalam alinea kedua menggambarkan pergerakan yang dilakukan oleh bangsa Indonesia untuk mencapai kemerdekaa. Pergerakan tersebut membuahkan hasil bagi negara Indonesia sebagai negara yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur.
3.       Alinea Ketiga
Alinea Ketiga Berbunyi “ Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur, supaya berkedihupan yang bebas, maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini Kemerdekaannya ”. Dalam alinea ketiga ini mewujudkan rasa syukur bangsa Indonesia kepada Tuhan atas rahmat Allah Yang Maha Kuasa, seklaigus mencerminkan semangat spiritual bangsa Indonesia. Bangsa Indonesia menyadari bahwa kemerdekaan yang diperoleh bangsa Indonesia bukan semata-mata karna perjuangan bangsa Indonesia, tetapi juga berkat rahmat dari Tuhan Yang Maha Kuasa.
4.       Alinea Keempat
Alinea Keempat berbunyi “ Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu pemerintahan negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mecerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut serta melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial, maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat berdasarkan kepada : Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia, dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia ”. Dalam alinea keempat ini berisikan tujuan negara, ketentuan diadakannya Undang-Undang Dasar, dan juga memuat bentuk negara Indonesia.

B.      Kedudukan Pembukaan UUD 1945
Secara terperinci kedudukan istimewa Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 yaitu sebagai berikut.
a.       Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 menjadi suatu kaidah yang bersifat fundamental (mendasar) yang berisi alinea dan pokok pikiran yang diwujudkan atau dijiwai pada setiap pasal dalam Undang-Undang Dasar 1945.
b.      Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 memilki hubungan casual organis dengan Batang Tubuh Undang-Undang Dasar 1945.
c.       Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 menjadi tertib hukum tertinggi negara Indonesia.
d.      Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 memiliki kekuatan dan ketetapan yang tidak bisa diubah karena didalamnya berisi cita hukum dan tujuan negara. Sehingga jika Undang-Undang Dasar 1945 diubah sama artinya dengan merubah jiwa dan kedudukan negara Indonesia.
Kedudukan Pembukaan UUD 1946 memberikan dua dampak dalam penyusunan peraturan dan pelaksanaan kehidupan berbangsa dan bernegara, kedua dampak tersebut ialah, dampak bagi setiap individu yang akan memperoleh motivasi dan dorongan moral dari setiap alinea Pembukaan UUD 1945, selain itu Pembukaan UUD 1945 memberi dampak pada pelaku pemerintahan untuk mendasarkan setiap aturan yang hendak dibuat dengan isi pembukaan UUD 1945.

C.      Pokok Pikiran dalam Pembukaan UUD 1945
Pokok pikiran merupakan bagian penting yang termuat dalam teks Pembukaan UUD 1945. Pokok pikiran tersebut membelakangi tujuan negara Indonesia yang akan dijiwai dalam setiap pasal UUD 1945, kemudian diterapkan dalma kehidupan berbangsa dan bernegara. Terdapat empat pokok pikiran dalam Pembukaan UUD 1945.
1.       Pokok pikiran pertama
Pokok pikiran pertama berbunyi “ Negara melindungi segenap Bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dengan berdasarkan asas persatuan dengan mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia ”.
2.       Pokok pikiran kedua
Pokok pikiran kedua berbunyi “ Negara hendak mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia ”.
3.       Pokok pikiran ketiga
Pokok pikiran ketiga berbunyi “ Negara yang berkedaulatan berdasarkan atas kerakyatan dan permusyawaratan/perwakilan ”.
4.       Pokok pikiran keempat
Pokok pikiran keempat berbunyi “ Negara bersadarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab ”.

D.      Arti Penting Pokok Pikiran dalam Pembukaan UUD 1945
Pokok pikiran dalam UUD 1945 merupakan perwujudan cita-cita hukum yang ada pada hukum dasar negara, yang tertulis maupun tidak tertulis. Dibawah ini terdapat arti penting pokok-pokok pikiran yang terkandung dalam UUD 1945
1.      Pokok Pikiran I menyatakan, bahwa negara melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia berdasarkan atas persatuan dengan mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Ini sekaligus berarti, dalam Pembukaan UUD 1945 diterima aliran pengertian (paham) negara persatuan, negara yang melindungi danmeliputi segenap bangsa seluruhnya, mengatasi segala paham golongan dan perseorangan. Aliran inilah yang kemudian dikenal sebagai paham negara persatuan (integralistik atau kekeluargaan). Tampak di sini, bahwa pokokpikiran ini identik dengan Sila ke-3 dari Pancasila.
2.      Pokok Pikiran II menyatakan, bahwa negara hendak mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Pokok pikiran ini identik dengan Sila ke-5 dari Pancasila.
3.      Pokok Pikiran III menyatakan, bahwa negara berkedaulatan rakyat, berdasar atas kerakyatan dan permusyawaratan/perwakilan. Oleh karena itu, sistem negara yang terbentuk dalam Undang-Undang Dasar harus berdasarkan kedaulatan dan berdasar atas permusyawaratan perwakilam. Di sini secara jelas tampak bahwa pokok pikiran ini identik dengan Sila ke-4 dari Pancasila.
4.      Pokok Pikiran IV menyatakan, bahwa negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab. Oleh karena itu, Undang-Undang Dasar harus mengandung isi yang mewajibkan pemerintahan dan lain-lain penyelenggara negara untuk memelihara budi pekerti kemanusiaan yang luhur dan memegang teguhcita-cita moral rakyat yang luhur. Pokok pikiran ini identik dengan Sila ke-1 dan ke-2 dari Pancasila.
Kesimpulan penjelasan diatas menegaskan bahwa Pokok-pokok pikiran dari Pembukaan UUD1945 tidak lain adalah Pancasila itu sendiri dan dijabarkan dalam pasal-pasal Batang Tubuh UUD 1945.

E.       Hubungan Pokok-Pokok Pikiran Pembukaan UUD 1945 dengan pasal-pasal UUD 1945
Pokok-pokok pikiran yang terkandung dalam Pembukaan UUD 1945 dalam kaitannya dengan Batang Tubuh UUD 1945 adalah sebagai berikut.
1.       Pokok pikiran pertama “ Negara melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia berdasarkan atas persatuan dengan mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia ”. Pokok pikiran yang pertama ini diciptakan dalam bentuk UUD 1945, Pasal 1 ayat (1), pasal 35, dan 36.
2.       Pokok pikiran kedua “ Negara hendak mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia ”. Pokok pikiran ini dicptakan dalam UUD 1945 pada pasal 27,28,29,30,31,32,33,dan 34. Dalam perubahan kedua UUD 1945, pasal-pasal tersebut (27,28, dan 30) telah mengalami perubahan. Pasal 27 dan 28 menjadi Bab XA tentang Hak Asasi Manusia dengan 10 pasal. Pasal 30 mengalami perubahan menjadi 30 pasal (1,2,3,4, dan 5).
3.       Pokok Pikiran ketiga “ Negara berkedaulatan rakyat, berdasar atas kerakyatan dan permusyawaratan/perwakilan ”. Pokok pikiran ini diciptakan dalam UUD 1945 pada Pasal 1 ayat (2),2,3, dan 27, kecuali Pasal 2 ayat (2) dan (3).
4.       Pokok pikiran keempat “ Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab ”. Pokok pikiran ini diciptakan dalam pasal 27 sampai dengan 34.

F.       Sikap positif terhadap pokok-pokok pikiran dalam Pembukaan UUD 1945
Beberapa contoh sikap positif terhadap pokok pikiran Pembukaan UUD 1945 yang dapat kita lakukan dalam kehidupan sehari-hari adalah sebagai berikut.
1.       Pokok pikiran pertama “ Negara melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia berdasarkan atas persatuan dengan mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia ”. Sikap Positif yang dapat kita lakukan sehari-hari antara lain, ikut serta melindungi keluarga, teman, dan masyarakat yang lain dari ancaman teroris atau ancaman lainnya yang dapat merobohkan persatuan bangsa.
2.       Pokok pikiran kedua “ Negara hendak mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia ”. SIkap positifnya adalah menggamalkan ( membantuk fakir miskin dengan memberikan sandang dan pangan ).
3.       Pokok Pikiran ketiga “ Negara berkedaulatan rakyat, berdasar atas kerakyatan dan permusyawaratan/perwakilan ”. Sikap positif untuk mengamalkan pokok pikiran ketiga ini adalah membudayakan musyawarah dalam kehidupan di sekolah, dalam keluarga, masyarakat, dan tempat lainnya.
            4.   Pokok pikiran keempat “ Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa menurut dasar 
                  kemanusiaan yang adil dan beradab ”. Sikap positif yang dapat kita tunjukkan dalam 
                  pokok pikiran keempat ini adalah memelihara sikap luhur yaitu bersikap ramah kepada 
                  setiap orang, gemar membantu orang lain, berkata santun, dan menjalankan ibadah sesuai                   agama yang dianut.





Bab. 3
Kepatuhan Terhadap Hukum

A.      Hakikat Hukum
Demi terbinanya kehidupan yang selaras, seimbang, dan serasi dalam setiap kehidupan masyarakat diperlukan aturan. Aturan yang berlaku di masyarakat adalah norma, yang terdiri dari norma agama, kesopanan, kesusilaan dan hukum. Sebagai salah satu norma yang berlaku dimasyarakat, hukum merupakan ujung tombak dalam penegakan keadilan.
1.       Pengertian hukum
Hukum merupakan aturan, tata tertib dan kaidah hidup. Akan tetapi, sampai saat ini belum ada kesepakatan yang pasti tentang rumusan arti hukum. Tidaklah mudah untuk merumuskan pengertian hukum, karena hukum itu meliputi banyak segi dan bentuk sehingga satu penggertian tidaklah mungkin mencakup keseluruhan segi dan bentuk hukum. Hal ini sama dengan pendapat Van Apeldorn bahwa “ definisi hukum adalah sangatlah sulit untuk dibuat karena tidak mungkin untuk mengadakannya sesuai kenyataan ”. Akan tetapi meskipun sulit untuk merumuskan definisi yang baku mengenai hukum, didalam hukum terdapat beberapa unsur, diantaranya sebagai berikut.
a.       Peraturan mengenai tingkah laku manusia dalam pergaulan masyarakat.
b.      Peraturan itu dibuat dan ditetapkan oleh badan-badan resmi yang berwajib
c.       Peraturan itu bersifat memaksa
d.      Sanksi terhadap pelanggaran peraturan tersebut adalah tegas
Adapun yang menjadi karakteristik dari hukum adalah:
a.    Adanya perintah dan larangan.
b.    Perintah atau larangan tersebut harus dipatuhi oleh semua orang.
Hukum berlaku di masyarakat dan ditaati oleh masyarakat karena hukum memiliki sifat memaksa dan mengatur. Hukum dapat memaksa seseorang untuk mentaati tata tertib yang berlaku di dalam masyarakat dan terhadap orang yang tidak mentaatinya diberikan sanksi yang tegas. Dengan demikian suatu ketentuan hukum mempunyai tugas untuk:
a.    Menjamin kepastian hukum bagi setiap orang di dalam masyarakat.
b.    Menjamin ketertiban, ketentraman, kedamaian, keadilan, kemakmuran, kebahagian  dan kebenaran.        
c.     Menjaga jangan sampai terjadi perbuatan main hakim sendiri dalam pergaulan masyarakat.

2.    Penggolongan Hukum
                   Hukum mengatur segala aspek kehidupan manusia. Mengingat aspek kehidupan manusia              sangat luas, sudah barang tentu ruang lingkup atau cakupan hukum pun bisa begitu luas                        sehingga perlu dilakukan penggolongan atau pengklasifikasian.
                        Berdasarkan kepustakaan hukum ilmu hukum, hukum dapat digolongkan sebagai                            berikut.
a.       Berdasarkan sumbernya, hukum dapat dibagi dalam :
1)      Hukum undang-undang yaitu, hukum yang tercantum dalam peraturan perundang-undangan.
2)      Hukum kebiasaan, yaitu hukum yang terletak dalam peraturan-peraturan kebiasaan.
3)      Hukum traktat, yaitu hukum yang ditetapkan oleh negara-negara di dalam suatu perjanjian antar negara.
4)      Hukum yurisprudnesi, yaitu hukum yang terbentuk karena keputusan hakim.
b.      Berdasarkan tempat berlakunya, hukum dapat dibagi dalam :
1)      Hukum nasional, yaitu hukum yang berlaku dalam wilayah suatu negara tertentu.
2)      Hukum internasional, yaitu hukum yang mengatur hubungan hukum antar negara dalam dunia internasional.
3)      Hukum asing, yaitu hukum yang berlaku dalam wilayah negara lain.
4)      Hukum gereja, yaitu kumpulan-kumpulan norma yang ditetapkan oleh gereja untuk para anggota-anggotanya.
c.       Berdasarkan bentuknya, hukum dapat dibagi dalam :
1)      Hukum tertulis yang dibedakan atas dua macam hukum berikut.
a)      Hukum tertulis yang dikodafikasikan, yaitu hukum yang disusun secara lengkap, sistematis, teratur, dan dibukukukan sehingga tidak perlu lagi peraturan pelaksanaan. Misalnya KUH pidana, KUH perdata, KUH Dagang.
b)      Hukum tertulis yang tidak di kodafikasiakan yaitu hukum yang meskipun tertulis, tetapi tidak di susun secara sistematis, tidak lengkap, dan masih terpisah-pisah sehingga sering masih memerlukan peraturan pelaksanaan dalam penerapan. Misalnya undang-undang, peraturan pemerintah dan keputusan presiden.
2)      Hukum tidak tertulis, yaitu hukum yang hidup dan diyakini oleh warga masyarakat serta dipatuhi dan tidak terbentuk menurut prosedur formal tetapi lahir dan tumbuh dikalangan masyarakat itu sendiri.
d.      Berdasarkan waktu berlakunya, hukum dapat dibagi dalam :
1)      Ius Constitutum (hukum positif), yaitu hukum yang berlaku sekarang bagi suatu masyarakat tertentu dalam suatu daerah terntentu, misalnya UUD RI 1945, Undang-Undang Ri Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia.
2)      Ius Constituendum (hukum negatif), yaitu hukum yang diharapkan berlaku pada waktu yang akan datang. Misalnya Rancangan Undang-Undang (RUU).
e.      Berdasarkan cara mempertahankannya, hukum dapat dibagi dalam :
1)      Hukum material, yaituhukum yang mengatur hubungan antara anggota masyarakat yang berlaku umum tentang hal-hal yang dilarang dan dibolehkan untuk dilakukan. Misalnya, hukum pidana, hukum perdatam hukum dagang dan sebagianya.
2)      Hukum formal, yaiut hukum yang mengatur bagaimana cara mempertahankan dan melaksanakan hukum material. Misalnya, Hukum Acara Pidana (KUHAP), Hukum Acara Perdatan, dan sebagainya.
f.        Berdasarkan sifatnya, hukum dapat dibagi dalam
1)      Hukum yang memaksa, yaitu hukum yang dalam keadaan bagimanapun juga harus dan mempunyai paksaan mutlak. Misalnya, seseorang yang melakukan pembunuhan maka sanksinya secara paksa wajib dilaksanakan.
2)      Hukum yang mengatur, yaitu hukm yang dapat dikesampingkan apabila pihak-pihak yang bersangkutan telah membuat peraturan sendiri dalam suatu perjanjian. Misalnya ketentuan dalam pewarisan ab-intesto (pewarisan berdasarkan undang-undang) baru mungkin bisa dilaksanakan jika tidak ada surat wasiat (testamen).
g.       Berdasarkan wujudnya, hukum dapat dibagi dalam :
1)      Hukum objektif, yaitu hukum yang mengatur hubungan antara dua orang atau lebih yang berlaku umum. Dengan kata lain, hukum dalam suatu negara yang berlaku umum dan tidak mengenai orang atau golongan tertentu.
2)      Hukum subjektif, yaitu hukum yang timbul dari hukum objektif dan berlaku terhadap seseorang atau lebih. Hukum subjektif sering juga disebut hak.
h.      Berdsarkan isinya, hukum dapat dibagi dalam :
1)      Hukum publik, yaitu hukum yang mengatur hubungan antara negara dengan individu (warga negara), menyangkut kepentingan umum (publik). Hukum publik terbagi atas :
a)      Hukum Pidana, yaitu mengatur tentang pelanggaran dan kejahatan, memuat larangan dan sanksi.
b)      Hukum Tata Negara, yaitu mengatur hubungan antara negara dengan bagian-bagiannya.
c)       Hukum Tata Usaha Negara (administratif), yaitu mengatur tugas kewajiban pejabat negara.
d)      Hukum Internasional, yaitu mengatur hubungan antarnegara, seperti hukum perjanjian internasional, hukum perang internasional, dan sebagainya.
2)      Hukum private (sipil), yaitu hukum yang mengatur hubungan antara individu satu dan individu lain, termasuk negara secara pribadi. Hukum privat terbagi atas :
a)      Hukum Perdata, yaitu hukum yang mengatur hubungan antarindividu secara umum. Contoh, hukum keluarga, hukum kekayaan, hukum waris, hukum perjanjian, dan hukum perkawinan.
b)      Hukum Perniagaan (dagang), yaitu hukum yang mengatur hubungan antarindividu dalam perdagangan. Contoh, hukum tentang jual beli, hutang piutang, mendirikan perusahaan dagang dan sebagianya.

3.      Tujuan Hukum
Tujuan ditetapkannya hukum bagi suatu negara adalah untuk menegakkan kebenaran dan keadila, mencegah tindakan yang sewenang-wenang, melindungi hak asasi manusia dan menciptakan suasana yang tertib , tenteram, aman, dan damai
B.      Arti penting Hukum yang berlaku dalam kehidupan Bermasyarakat dan Bernegara
Keberadaan hukum dalam pergaulan hidup bagi warga negara memiliki arti penitng dalam membina kerukunan, keamanan, ketentraman, dan keasilan. Secara singkat dapat disebutkan arti penting hukum bagi masyarakat sebagai berikut.
1.       Memberikan kepastian hukum bagi warga negara
2.       Melindungi dan mengayomi hak-hak warga negara
3.       Memberikan rasa keadilan bagi negara
4.       Menciptakan ketertiban dan ketentraman
C.      Kepatuhan terhadap Hukum dalam Kehidupan Bermasyarakat dan Bernegara
1.       Perilaku yang sesuai dengan Hukum
Ketaatan atau kepatuhan terhadap hukum yang berlaku merupakan konsep nyata dalam diri seseorang yang diwujudkan dalam perilaku yang sesuai dengan sistem hukum yang berlaku. Tingkat kepatuhan hukum yang diperlihatkan oleh seorang warga negara, secara langsung menunjukkan tingkat kesadaran hukum yang dimilikinya. Kepatuhan hukum mengandung arti bahwa seseorang memiliki kesadaran untuk :
a.       Memahami dan menggunakan peraturan perundangan yang berlaku
b.      Mempertahankan tertib hukum yang ada
c.       Menegakkan kepastian hukum
Adapun, ciri-ciri seseorang yang berperilaku sesuai dengan hukum yang berlaku dapat dilihat dari perilaku yang diperbuatnya :
a.       Disenangi ileh masyarakat pada umumnya
b.      Tidak menimbulkan kerugian bagi diri sendiri dan orang lain
c.       Tidak menyinggung perasaan orang lain
d.      Menciptakan keselarasan
e.      Mencerminkan sikap sadar hukum
f.        Mencerminkan kepatuhan terhadap hukum
Berikut ini contoh perilaku yang mecerminkan kepatuhan terhadap hukum yang berlaku.
a.       Dalam kehidupan di lingkungan keluarga, diantaranya :
1)      Mematuhi perintah orang tua
2)      Ibadah tepat waktu
3)      Menghormati anggota keluarga yang lain seperti ayah, ibu, kakak, dan adik
b.      Dalam kehidupan di lingkungan sekolah, diantaranya :
1)      Menghormati kepala sekolah, guru, dan karyawan lainnya
2)      Memakai pakaian seragam yang telah ditentukan
3)      Tidak mencontek ketika sedang ulangan
c.       Dalma kehidupan di lingkungan masyarakat, diantaranya
1)      Melaksanakan setiap norma yang berlaku di masyarakat
2)      Melaksanakan tugas ronda
3)      Ikut serta dalam kegiatan kerja bakti
d.      Dalam kehidupan di lingkungan bangsa dan negara, diantaranya :
1)      Bersikap tertib ketika berlalu lintas di jalan raya
2)      Memiliki KTP bagi yang sudah mencukupi umurnya
3)      Membayar pajak
2.       Perilaku yang bertentangan dengan Hukum Beserta Sanksinya
a.       Macam-macam Perilaku yang Bertentangan dengan Hukum
Perilaku yang bertentangan dengan hukum timbul sebagai akibat dari rendahnya kesadaran hukum. Ketidakpatuhan terhadap hukum dapat disebabkan oleh dua hal.
1)      Pelanggaran hukum oleh si pelanggar sudah dianggap sebagai kebiasaan, bahkan kebutuhan.
2)      Hukum yang berlaku sudah tidak sesuai lagi dengan tuntutan kehidupan.
Berikut contoh perilaku yang bertentangan dengan hukum yang terjadi di lingkungan keluarga, sekolah, masyarakat, bangsa, dan negara.
1)      Dalam lingkungan keluarga, diantaranya :
a)      Mengabaikan perintah orang tua
b)      Ibadah tidak tepat waktu
c)       Mengganggu kakak atau adik yang sedang belajar
2)      Dalam lingkungan sekolah, diantaranya :
a)      Mencontek ketika ulangan
b)      Datang ke sekolah terlambat
c)       Bolos mengikuti pelajaran
3)      Dalam lingkungan masyarakat, diantaranya :
a)      Mangkir dari tugas ronda
b)      Mengkonsumsi obat-obat terlarang
c)       Melakukan perjudian
4)      Dalam lingkungan bangsa dan negara, diantaranya :
a)      Tidak mematuhi rambu-rambu lalu lintas
b)      Melakukan aksi terror terhadap alat-alat kelengkapan negara
c)       Tidak berpartisipasi pada kegiatan pemilihan umum
b.      Macam-macam sanksi
Sanksi terhadap pelanggaran itu banyak ragamnya, misalnya sanksi hukum, sanksi sosial, dan sanksi psikologis. Sifat dan jenis sanksi dari setiap norma dan hukum berbeda satu sama lain. Akan tetapi, dari segi tujuannya sama, yaitu untuk mewujudkan ketertiban dalam masyarakat. Berikut ini sanksi terhadap norma-norma yang berlaku di masyarakat.
No
Norma
Pengertian
Contoh-Contoh
Sanksi
1.
Agama
Petunjuk hidup yang bersumber dari Tuhan yang disampaikan melalui utusan-utusan-Nya (Rasul/Nabi) yang berisi perintah, larangan  atau anjuran-anjuran
a. Beribadah
b. Tidak berjudi
c.  Suka beramal
Tidak langsung, karena akan diperoleh setelah meninggal dunia (pahala atau dosa)
2.
Kesusilaan
Pedoman pergaulan hidup yang bersumber dari hati nurani manusia tentang baik-buruknya suatu perbuatan
a. Berlaku jujur
b. Menghargai                                
     orang lain
Tidak tegas, karena hanya diri sendiri yang merasakan (merasa berslaah, menyesal, malu, dan sebagainya)
3.
kesopanan
Pedoman hidup yang timbul dari hasil pergaulan manusia di dalam masyarakat
a.  Menghormati
     orang yang   
     lebih tua
b. Tidak berkata
     kasar
c.  Menerima    
     dengan tangan
     kanan
Tidak tegas, tapi dapat diberikan oleh masyarakat dalma bentuk celaan, cemoohan atau pengucilan dalam pergaulan
4.
Hukum
Pedoman hidup yang dibuat oleh badan yang berwenang mengatur manusia dalam kehidupan berbangsa dan bernegara (berisi perintah dan larangan)
a. Harus tertib
b. Harus sesuai
     prosedur
c.  Dilarang
     mencuri
Tegas dan nyata serta mengikat dan memaksa bagi setiap orang tanpa terkecuali
Dari tabel diatas disebutkan bahwa sanksi norma hukum adalah tegas dan nyata. Hal tersebut mengandung pengertian sebagai berikut.
1)      Tegas berarti adanya aturan yang telah dibuat secara material telah diatur. Misalnya, dalam hukum pidana mengenai sanksi diatur dalam pasal 10 KHUP. Dalam pasal tersebut ditegaskan bahwa sanksi pidana terbentuk hukuman yang mencakup :
a)      Hukuman poko, yang terdiri :
1)      Hukuman mati
2)      Hukuman penjara yang terdiri dari hukuman seumur hidup dan hukuman sementara waktu (setinggi-tingginya 20 tahun dan sekurang-kurangnya 1 tahun)
b)      Hukuman tambahan, yang terdiri :
1)      Pencabutan hak-hak tertentu
2)      Perampasan (penyitaan) barang-barang tertentu
3)      Pengumuman keputusan hakim
2)      Nyata berarti adanya aturanyang secara material telah ditetapkan kadar hukuman berdasarkan perbuatan yang dilanggarnya. Contoh : Pasal 338 KUHP, menyebutkan “ barang siapa sengaja merampas nyawa orang lain, diancam, karena pembunuhan, dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun “.

Jika sanksi hukum maupun sanksi sosial tidak juga mampu mencegah orang dari perbuatan melanggar aturan, ada satu jenis sanksi lain, yakni sanksi psikologis. Sanksi psikologis dirasakan dalam batin kita sendiri. Jika seseorang melakukan pelanggaran terhadap peraturan, tentu saja di dalam batinnya ia merasa bersalah. Selama hidupnya ia akan dibayang-bayangi oleh kesalahannya itu. Hal ini akan sangat membebani jiwa dan pikiran kita. Sanksi inilah yang merupakan gerbang terakhir yang dapat mencegah seseorang melakukan pelanggaran terhadap aturan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar