Bab I
Dinamika
Perwujudan Pancasila sebagai Dasar Negara dan Pandagan Hidup Bangsa
A. Penerapan Pancasila dari masa ke
masa
Kedudukan Pancasila sebagai dasar negara dan pandangan hidup bangsa
telah disepakati oleh seluruh bangsa Indonesia. Akan tetapi, dalam perwujudan
banyak sekali mengalami pasang surut. Bahkan, sejarah bangsa kita telah
mencatat bahwa pernah ada upaya untuk mengganti Pancasila sebagai dasar negara
dan pandangan hidup bangsa dengan ideologi lainnya. Meskipun upaya ini dapat
digagalkan oleh Indonesia tidak berarti bahwa ancaman terhadap Pancasila telah
berakhir. Berikut upaya yang dilakukan untuk menggantikan Pancasila :
1. Masa Orde Lama
Pada masa orde lama,
kondisi politik dan keamanan diliputi oleh kekacauan dan kondisi sosial-budaya
berada dalam suasan peralihan dari masyarakat terjajah menjadi masyarakat
merdeka. Masa orde lama adalah masa pencarian bentuk penerapan Pancasila
terutama dalam sistem kenegaraan. Terdapat tiga periode penerapan Pancasila
yang berbeda, yaitu :
a. Periode 1945-1950
Pada periode ini terjadi
upaya-upaya yang dilakukan dengan tujuan untuk menggantikan Pancasila dengan
ideologi lain. Berikut upaya-upaya pemberontakan yang dilakukan :
1. Pemberontakan Partai Komunis
Indonesia (PKI) di Madiun terjadi pada tanggal 18 September 1948. Pemberontakan
ini dipimpin oleh Muso. Tujuan utamanya adalah mendirikan negara Soviet
Indonesia yang berideologi komunis. Pemberontakan ini pada akhirnya dapat
digagalkan.
Muso, pemipin
pemberontakan PKI di Madiun
2. Pemberontakan Darul Islam/Tentara
Islam Indonesia dipimpin oleh Sekarji Marijan Kartosuwiryo. Pemberontakan ini
ditandai dengan didirikannya Negara Islam Indonesia (NII) oleh Kartosuwiryo
pada tanggal 17 Agustus 1949 dengan tujuan untuk mengganti Pancasila sebagai
Dasar Negara dengan syari’at islam. Pemberontak ini berhasil ditangkap pada
tanggal 4 Juli 1962.
b. Periode 1950 – 1959
Pada periode ini dasar
negara masih tetap Pancasila, akan tetapi dalam penerapannya lebih diarahkan
pada ideology liberalisme. Hal tersebut dapat dilihat dari penerapan sila
keempat yang tidak lagi berjiwakan musyawarah mufakat, melainkan suara
terbanyak (voting).
Pada periode ini,
munculnya pemberontakan Republik Maluku Selatan (RMS), Pemerintah Revolusioner
Republik Indonesia (PRRI), dan Perjuangan Rakyat Semesta (Permesta) yang ingin
melepaskan diri dari NKRI. Pemilu 1955 yang dianggap paling demokratis. Namun
anggota Konstitusi hasil Pemilu tidak dapat menyusun UUD seperti yang
diharapkan, yang menyebabkan krisis politik, ekonomi, dan keamanan. Hal ini menyebabkan
pemerintah mengeluarkan Dekrit Presiden 1959 dan melalui Dekrit Presiden,
pemerintah membubarkan Konstitusi, UUD Sementara tahun 1950 dinyatakan tidak
berlaku, dan kembali kepada UUD Tahun 1945. Kesimpulannya yang ditarik dari
penerapan Pancasila selama periode ini adalah Pancasila diarahkan menjadi
ideology liberal yang ternyata tidak menjamin stabilitas pemerintahan.
c. Periode 1959 – 1966
Periode ini dikenal
sebagai periode demokrasi terpimpin. Demokrasi dimaknai bukan berada pada
kekuasaan rakyat sehingga yang memipin adalah nilai-nilai Pancasila tetapi
berada pada kekuasaan pribadi Presiden Soekarno. Terjadilah berbagai
penyimpangan penafsiran terhadap Pancasila dalam konstitusi. Akibatnya,
Soekarno menjadi otoriter, diangkat menjadi presiden seumur hidup serta
menggabungkan Nasionalis, Agama, dan Komunis (Nasakom), yang ternyata tidak
cocok bagi NKRI. Terbukti adanya kemerosotan moral di sebagian masyarakat yang
tidak lagi hidup bersendikan nilai-nilai Pancasila dan berusaha untuk
menggantikan Pancasila dengan ideology lain. Pada periode ini terjadi
pemberontakan PKI pada tanggal 30 September 1965 yang dipimpin oleh D.N Aidit.
Tujuan pemberontakan ini adalah kembali mendirikan Negara soviet di Indonesia
serta mengganti Pancasila dengan Paham Komunis. Pemberontakan ini dapat
digagalkan. Semua pelakunya ditangkap dan dijatuhi hukuman sesuai dengan
perbuatannya. Kesimpulannya yang ditarik dari penerapan Pancasila selama
periode ini adalah Nilai-nilai Pancasila yang memipin kekuasaan rakyat.
2. Masa Orde Baru
Era Demokrasi terpimpin
dibawah kepemimpinan Presiden Soekarno mendapat tamparan keras saat 30
September 1965, tentang pemberontakan PKI (Partai Komunis Indonesia) tersebut
membawa akibat yang teramat fatal bagi partai itu sendiri, yakni terselisihkannya
partai tersebut dari arena perpolitikan Indonesia. Begitu juga dengan Presiden
Soekarno yang berkedudukan sebagai Pemimpin Besar Revolusi dan Panglima
Angkatan Perang Indonesia secara pasti sedikit demi sedikit kekuasannya
dikurangi bahkan digeserkan dari jabatan presiden pada tahun 1967, sampai pada
akhirnya ia tersingkir dari arena perpolitikan nasional.
Pada tahun 1966 – 1968,
saat Soekarno dipilih menjadi Presiden, pada saat itu disebut Era Orde Baru
menerapkan konsep Demokrasi Pancasila dengan visi utamanya adalah melaksanakan
Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen dalam setiap aspek kehidupan
masyarakat Indonesia.
Orde Baru memberikan
secerah harapan bagi rakyat Indonesia, terutama yang berkaitan dengan
perubahan-perubahan politik dari yang bersifat otoriter pada masa demokrasi
terpimpin dibawah Presiden Soekarno menjadi lebih demokratis. Soeharto
dipercaya sebagai orang yang mampu menyelamatkan Indonesia dari keterpurukan,
karena berhasil membubarkan PKI dan menciptakan stabilitas keamanan negeri ini
dari pemberontakan PKI dalam waktu yang relative singkat.
Antara orde baru dan
orde lama sebenarnya sama saja (sama-sama otoriter). Dalam ored baru, kekuasaan
Presiden merupakan pusat dari seluruh proses politik di Indonesia. Lembaga
Kepresidenan merupakan pengontrol utama lembaga lainnya baik yang supra
struktur ( DPR, MPR, DPA, BPK, dan MA) maupun yang infrastruktur (LSM, Partai
Politik, dan sebagainya). Selain itu Presiden Soeharto juga mempunyai sejumlah
legalitas yang tidak dimiliki oleh siapapun seperti Pengemban Supersemar,
Mandataris MPR, Bapak Pembangunan dan Panglima Tertinggi ABRI.
3. Masa Orde Reformasi
Pada masa ini Pancasila
tidak lagi dihadapkan pada ancaman pemberontakan-pemberontakan, akan tetapi
diharapkan pada kondisi kehidupan yang diwarnai oleh kehidupan yang serba
bebas. Kebebasan tersebut meliputi kebebasan berbicara, berorganisasi,
berekspresi dan sebagainya. Kebebasan terdapat satu sisi yang dapat memicu
kreativitas masyarakat, tapi disisi lain juga dapat mendatangkan dampak
negative yang merugikan, antara lain memicunya terjadinya pepecahan dan
sebaginya. Tantangan lain dalam penerapan Pancasila di era ini adalah
menurunnya rasa persatuan dan kesatuan diantara sesame warga bangsa saat ini.
Seolah-olah wawasan
kebangsaan yang dilandasi oleh nilai-nilai Pancasila yang lebih mengutamakan
kerukunan telah hilang dari kehidupan masyarakat. Saat ini Bangsa Indonesia
juga dihadapkan pada perkembangan dunia yang sangat cepat dan mendasar, serta
berpacunya pembangunan bangsa – bangsa. Dunia saat ini sedang terus bergerak
mencari tata hubungan baru baik dilapangan politik, ekonomi maupun pertahanan
keamanan. Walaupun bangsa-bangsa di dunia semakin menyadari bahwa mereka saling
membutuhkan dan saling tergantung satu sama lain, namun persaingan antara
kekuatan-kekuatan besar dunia dan perebutan pengaruh masih bercambuk.
Salah satu cara untuk
menanamkan pengaruh kepada negara lain adalah melalui penyusupan ideologi, baik
secara langsung maupun secara tidak langsung. Kewaspadaan dan kesiapan harus
selalu kita tingkatkan untuk menanggulangi penyusupan ideologi yang tidak
sesuai dengan Pancasila. Hal ini lebih penting artinya, karena bangsa kira
termasuk bangsa yang sedang berkembang. Masyarakat yang kita cita-citakan belum
terwujud secara nyata, belum mampu memberikan kehidupan yang lebih baik sesuai
cita-cita bersama. Keadaan ini sadar atau tidak sadar, terbuka kemungkinan bagi
bangsa kita untuk berpaling dari Pancasila dan mencoba membangun masa depannya
dengan diilhami oleh suatu pandangan hidup atau dasar Negara.
B. Nilai-nilai Pancasila sesuai dengan
Perkembangan Zaman
Diterimanya
Pancasila sebagai dasar negara dan pandangan hidup bangsa membawa konsekuensi logis bahwa
nilai-nilai pancasila dijadikan landasan pokok, landasan fundamental bagi penyelenggaraan negara
Indonesia. Pancasila
berisi lima sila yang pada hakikatnya berisi lima nilai dasar yang fundamental. Nilai-nilai dasar
dari Pancasila tersebut adalah nilai Ketuhanan Yang Maha Esa, Nilai Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab,
nilai Persatuan Indonesia,
nilai Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, dan
nilai Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Dengan kata lain, nilai dasar Pancasila adalah
nilai ketuhanan,nilai kemanusiaan,
nilai persatuan, nilai kerakyatan, dan nilai keadilan. Nilai-nilai dasar Pancasila
dapat menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman. Dengan kata lain, nilai-nilai tersebut tetap dapat
diterapkan dalam berbagai
kehidupan bangsa dari masa ke masa. Hal tersebut dikarenakan Pancasila merupakan ideologi
yang bersifat terbuka.
1.
Hakikat Ideologi Terbuka
Sebagai
suatu sistem pemikiran, ideologi
sangatlah wajar jika mengambil sumber
atau berpandangan dari pandangan dan
falsafah hidup bangsa. Hal tersebut akan membuat ideologi tersebut berkembang sesuai dengan perkembangan
masyarakat dan
kecerdasan kehidupan bangsa. Artinya,
ideologi tersebut bersifat terbuka dengan senantiasa mendorong terjadinya perkembangan-perkembangan
pemikiran baru
tentang ideologi tersebut, tanpa harus kehilangan jatidirinya. Kondisi ini akan berbeda sama sekali, jika
ideologi tersebut berakar
pada nilai-nilai yang berasal dari
luar
bangsanya atau pemikiran perseorangan. Ideologi yang seperti itu akan kaku dan cenderung bersifat
dogmatis sempit. Dengan kata lain ideologi tersebut bersifat tertutup. Di
bawah ini tabel perbedaan Ideologi Terbuka dengan Ideologi tertutup
Perbedaan
|
|
Ideologi Terbuka
|
Ideologi Tertutup
|
1. Sistem
Pemikiran terbuka
|
1. Sistem
pemikiran tertutup
|
2. Nilai-nilai
dan cita-citanya tidak dipaksakan dari luar, melainkan digali dan diambil
dari harta kekayaan rohani, moral dan budaya masyarakat itu sendiri
|
2. Cenderung untuk memaksakan dan mengambil nilai-nilai ideologi dari
luar masyarakat yang tidak sesuai dengan keyakinan dan pemikiran
masyarkatnya.
|
3. Dasar pembentukan ideologi bukan keyakinan
ideologis sekelompok orang, melainkan hasil musyawarah dan kesepakatan dari
masyarakat sendiri
|
3. Dasar pembentukannya adalah cita-cita atau
keyakinan ideologis perseorangan atau satu kelompok orang
|
4. Tidak
diciptakan oleh negara, melainkan oleh masyarakat itu sendiri sehingga
ideologi tersebut adalah milik seluruh rakyat atau anggota masyarakat
|
4. Pada dasarnya ideologi tersebut diciptakan oleh negara, dalam hal
ini penguasa negara yang mutlak harus diikuti oleh seluruh masyarakat
|
5. Tidak hanya dibenarkan, melainkan dibutuhkan oleh
seluruh masyarakat setempat
|
5. Pada hakikatnya ideologi tersebut hanya
dibutuhkan oleh penguasa negara untuk melangengkan kekuasaannya dan senderung
memiliki nilai kebenaran hanya dari sudut pandang penguasa saja
|
6. Isinya tidak bersifat operasional. Ia baru
bersifat operasional apabila sudah dijabarkan ke dalam perangkat yang berupa
konstitusi atau peraturan perundang-undangan lainnya
|
6. isinya terdiri dari tuntutan-tuntutan konkret dan
operasional yang bersifat keras yang wajib ditaati oleh seluruh warga
masyarakat
|
7. senantiasa berkembang seiring dengan perkembangan
aspirasi, pemikiran serta akselerasi dari masyarakat dalam mewujudkan
cita-citanya untuk hidup berbangsa dalam mencapai harkat dan martabat manusia
|
7. tertutup terhadap pemikiran-pemikiran baru yang
berkembang di masyarakat
|
Dari
tabel di atas, ideologi terbuka memang lebih unggul dibandingkan dengan ideologi tertutup. Hal
tersebut membuat ideologi terbuka tidak hanya sekedar dibenarkan, melainkan dibutuhkan oleh berbagai negara. Hampir dapat dipastikan, negara yang
menganut sistem ideologi tertutup seperti negara komunis, mengalami kehancuran secara ideologis. Dalam
arti, negara tersebut
tidak mampu membendung desakan-desakan yang muncul baik dari dalam maupun dari luar
negaranya, yang pada akhirnya membuat ideologi negara tersebut ditinggalkan oleh masyarakatnya sendiri.
2.
Kedudukan Pancasila sebagai Ideologi
Terbuka
Pancasila berakar pada pandangan
hidup bangsa dan falsafah bangsa, sehingga
memenuhi prasyarat menjadi ideologi yang terbuka. Sekalipun Pancasila bersifat terbuka,
tidak berarti bahwa keterbukaannya adalah sebegitu rupa sehingga dapat memusnahkan
atau meniadakan jati diri Pancasila sendiri. Keterbukaan Pancasila mengandung pengertian bahwa Pancasila
senantiasa mampu
berinteraksi secara dinamis. Nilai-nilai Pancasila tidak berubah,namun
pelaksanaannya disesuaikan dengan kebutuhan dan tantangan nyata yang kita hadapi dalam setiap
waktu. Hal ini dimaksudkan untuk menegaskan bahwa ideologi Pancasila bersifat aktual, dinamis,
antisipatif dan senantiasa mampu
menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman, ilmu pengetahuan dan teknologi serta dinamika
perkembangan aspirasi masyarakat.
Berdasarkan
uraian di atas, keterbukaan ideologi Pancasila mengandung nilai-nilai sebagai berikut:
a.
Nilai Dasar, yaitu hakikat kelima sila Pancasila: Ketuhanan, Kemanusiaan, Persatuan,
Kerakyatan, Keadilan. Nilai-nilai dasar tersebut bersifat universal, sehingga di dalamnya terkandung
cita-cita, tujuan,
serta nilai-nilai yang baik dan benar. Nilai dasar ini bersifat tetap dan terlekat pada
kelangsungan hidup negara. Nilai dasar tersebut selanjutnya dijabarkan dalam pasal-pasal
Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
b.
Nilai instrumental, yaitu penjabaran lebih lanjut dari nilai-nilai dasar ideologi Pancasila.
Misalnya program-program pembangunan yang dapat disesuaikan dengan perkembangan zaman dan
aspirasi masyarakat,
undang-undang, dan departemen-departemen sebagai lembaga pelaksana juga dapat berkembang. Pada aspek ini
senantiasa dapat
dilakukan perubahan.
c.
Nilai praksis, yaitu merupakan realisasi nilai-nilai instrumental dalam suatu pengalaman nyata
dalam kehidupan sehari-hari dalam bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara. Dalam realisasi praksis inilah maka penjabaran nilai-nilai Pancasila senantiasa
berkembang dan
selalu dapat dilakukan perubahan dan perbaikan (reformasi) sesuai dengan perkembangan zaman
dan aspirasi masyarakat. Inilah sebabnya
bahwa ideologi Pancasila merupakan ideologi yang terbuka.
Suatu
ideologi selain memiliki aspek-aspek yang bersifat ideal yang berupa cita-cita,
pemikiran-pemikiran serta nilai-nilai yang dianggap baik, juga harus memiliki norma
yang jelas. Hal ini dikarenakan suatu ideologi harus mampu direalisasikan dalam kehidupan nyata.
Oleh karena itu,
Pancasila sebagai ideologi terbuka secara struktural memiliki tiga dimensi, yaitu:
a.
Dimensi Idealisme
Dimesi Idealisme ini menekankan bahwa nilai-nilai dasar yang terkandung
dalam Pancasila berdifat sistematis, rasional dan menyeluruh itu pada
hakikatnya bersumber pada filsafat Pancasila, karena setiap ideology bersumber
pada suatu nilai-nilai filosofis atau sistem filsafat. Dimensi idealisme yang
terkandung dalam Pancasila mampu memberikan harapan, optimisme serta mampu
mendorong motivasi pndukungnya untuk berupaya mewujudkan cita-citanya.
b.
Dimensi Normatif
Dimensi ini mengandung
pengertian bahwa nilai-nilai yang terkandung
dalam pancasila perlu dijabarkan
dalam suatu sistem norma,sebagaimana terkandung dalam norma-norma keagamaan. Dalam pengertian ini Pancasila terkandung dalam
Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang merupakan tertib hukum
tertinggi dalam
negara Republik Indonesia serta merupakan staatsfundamentalnorm (pokok kaidah negara yang
fundamental). Dengan kata lain, Pancasila agar mampu dijabarkan ke dalam langkah-langkah yang bersifat
operasional, perlu
memiliki norma atau aturan hukum yang jelas.
c.
Dimensi Realitas
Dimensi ini mengandung makna
bahwa suatu ideologi harus mampu
mencerminkan realitas kehidupan
yang berkembang dalam masyarakat. Dengan
kata lain, Pancasila memiliki keluwesan yang memungkinkan dan bahkan merangsang
pengembangan pemikiran-pemikiran baru yang relevan tentang dirinya, tanpa menghilangkan atau
mengingkari hakikat yang
terkandung dalam nilai-nilai dasarnya. Oleh karena itu, Pancasila harus mampu dijabarkan dalam
kehidupan masyarakatnya secara nyata baik dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam
penyelenggaraan negara.
Berdasarkan
dimensi yang dimiliki oleh Pancasila sebagai ideologi terbuka, maka ideologi
Pancasila:
a. Tidak bersifat utopis, yaitu hanya merupakan sistem
ide-ide belaka yang
jauh dari kehidupan sehari-hari secara nyata
b. Bukan merupakan suatu doktrin
belaka yang bersifat tertutup, melainkan
suatu norma yang bersifat idealis, nyata dan reformatif yang mamapu melakukan perubahan.
c. Bukan merupakan suatu ideologi
yang pragmatis, yang hanya menekankan pada segi
praktis-praktis belaka tanpa adanya aspek idealisme.
Pancasila
dapat dipastikan bukan merupakan ideologi tertutup, tetapi ideologi terbuka. Akan tetapi,
meskipun demikian keterbukaan Pancasila bukan berarti tanpa batas. Keterbukan ideologi Pancasila
harus selalu memperhatikan:
a. Stabilitas
nasional yang dinamis
b. Larangan untuk memasukan
pemikiran-pemikiran yang mengandung nilai-nilai ideologi marxisme, leninisme dan komunisme
c. Mencegah
berkembanganya paham liberal
d. Larangan terhadap pandangan
ekstrim yang menggelisahkan kehidupan
masyarakat
e. Penciptaan norma yang barus
harus melalui konsensus
C. Perwujudan Nilai-nilai Pancasila secara umum
1.
Sila Ketuhanan Yang Maha Esa.
Perwujudan dalam sila yang pertama ini adalah bangsa Indonesia menyatakan
kepercayaan dan ketakwaannya terhadap Tuhan Yang Maha Esa, tidak memaksakan
suatu agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa kepada orang lain.
2.
Sila Kemanusiaan yang Adil dan
Beradab. Perwujudan nilai Pancasila dalam Sila ini adalah mengakui persamaan
derajat, persamaan hak dan kewajiban setiap manusia tanpa membeda-bedakan suku,
keturunan, agama, kepercayaan, jenis kelamin, kedudukan sosial, warna kulit,
dan sebagainya.
3.
Sila Persatuan Indonesia. Perwujudan
nilai Pancasila dalma Sila ini adalah sanggup dan rela berkorban untuk
kepentingan negara dan bangsa apabila diperlukan, mengembangkan rasa cinta
tanah air dan bangsa, dan memajukan pergaulan demi persatuan dan kesatuan
bangsa.
4.
Sila Kerakyatan yang Dimpimpin Oleh
Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan. Perwujudan nilai dalam
Sila ini adalalh tidak memaksakana kehendak pribadi kepada orang lain,
musyawarah untuk mencapai mufakat diliputi oleh semanggat kekeluargaan dan juga
menghormati serta menjunjung tinggi setiap keputusan yang dicapai sebagai hasil
musyawarah.
5. Sila
Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia. Perwujudan nilai dalam sila ini adalah mengembangkan perbuatan luhur yang mencerminkan sikap kekeluargaan dan kegotongroyongan, menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban serta suka bekerja
keras.
Bab 2
Pokok
Pikiran Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Indonesia 1945
A. Makna setiap alinea pada Pembukaan Undang-Undang 1945
1.
Alinea Pertama
Alinea Pertama berbunyi, “ Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak
segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus
dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan ”. Dalam
anilea yang pertama ini,menegaskan tentang hak warga untuk memperoleh
kemerdekaan dan bebas dari segala bentuk tekanan.
2.
Alinea Kedua
Alinea Kedua berbunyi “ Dan Perjuangan Pergerakan Kemerdekaan Indonesia
telah sampailah kepada saat yang berbahagia dengan selamat sentosa mengantarkan
rakyat Indonesia kedepan pintu gerbang kemerdekaan Indonesia yang merdeka,
bersatu, berdaulat, adil, dan makmur ”. Makna yang terkandung dalam alinea
kedua menggambarkan pergerakan yang dilakukan oleh bangsa Indonesia untuk
mencapai kemerdekaa. Pergerakan tersebut membuahkan hasil bagi negara Indonesia
sebagai negara yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur.
3.
Alinea Ketiga
Alinea Ketiga Berbunyi “ Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan
dengan didorongkan oleh keinginan luhur, supaya berkedihupan yang bebas, maka
rakyat Indonesia menyatakan dengan ini Kemerdekaannya ”. Dalam alinea ketiga
ini mewujudkan rasa syukur bangsa Indonesia kepada Tuhan atas rahmat Allah Yang
Maha Kuasa, seklaigus mencerminkan semangat spiritual bangsa Indonesia. Bangsa
Indonesia menyadari bahwa kemerdekaan yang diperoleh bangsa Indonesia bukan
semata-mata karna perjuangan bangsa Indonesia, tetapi juga berkat rahmat dari
Tuhan Yang Maha Kuasa.
4.
Alinea Keempat
Alinea Keempat berbunyi “ Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu
pemerintahan negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan
seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum,
mecerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut serta melaksanakan ketertiban dunia yang
berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial, maka disusunlah
kemerdekaan kebangsaan Indonesia dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara
Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan negara Republik Indonesia yang
berkedaulatan rakyat berdasarkan kepada : Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan
yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia, dan Kerakyatan yang dipimpin oleh
hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, serta dengan mewujudkan
suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia ”. Dalam alinea keempat ini
berisikan tujuan negara, ketentuan diadakannya Undang-Undang Dasar, dan juga
memuat bentuk negara Indonesia.
B. Kedudukan Pembukaan UUD 1945
Secara terperinci kedudukan istimewa Pembukaan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 yaitu sebagai berikut.
a.
Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945
menjadi suatu kaidah yang bersifat fundamental (mendasar) yang berisi alinea dan
pokok pikiran yang diwujudkan atau dijiwai pada setiap pasal dalam
Undang-Undang Dasar 1945.
b.
Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945
memilki hubungan casual organis dengan Batang Tubuh Undang-Undang Dasar 1945.
c.
Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945
menjadi tertib hukum tertinggi negara Indonesia.
d.
Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945
memiliki kekuatan dan ketetapan yang tidak bisa diubah karena didalamnya berisi
cita hukum dan tujuan negara. Sehingga jika Undang-Undang Dasar 1945 diubah
sama artinya dengan merubah jiwa dan kedudukan negara Indonesia.
Kedudukan Pembukaan UUD 1946 memberikan dua dampak
dalam penyusunan peraturan dan pelaksanaan kehidupan berbangsa dan bernegara,
kedua dampak tersebut ialah, dampak bagi setiap individu yang akan memperoleh
motivasi dan dorongan moral dari setiap alinea Pembukaan UUD 1945, selain itu
Pembukaan UUD 1945 memberi dampak pada pelaku pemerintahan untuk mendasarkan
setiap aturan yang hendak dibuat dengan isi pembukaan UUD 1945.
C. Pokok Pikiran dalam Pembukaan UUD 1945
Pokok pikiran merupakan bagian penting yang termuat
dalam teks Pembukaan UUD 1945. Pokok pikiran tersebut membelakangi tujuan
negara Indonesia yang akan dijiwai dalam setiap pasal UUD 1945, kemudian
diterapkan dalma kehidupan berbangsa dan bernegara. Terdapat empat pokok
pikiran dalam Pembukaan UUD 1945.
1.
Pokok pikiran pertama
Pokok pikiran pertama berbunyi “ Negara melindungi segenap Bangsa
Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dengan berdasarkan asas persatuan
dengan mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia ”.
2.
Pokok pikiran kedua
Pokok pikiran kedua berbunyi “ Negara hendak mewujudkan keadilan sosial
bagi seluruh rakyat Indonesia ”.
3.
Pokok pikiran ketiga
Pokok pikiran ketiga berbunyi “ Negara yang berkedaulatan berdasarkan
atas kerakyatan dan permusyawaratan/perwakilan ”.
4.
Pokok pikiran keempat
Pokok pikiran keempat berbunyi “ Negara bersadarkan atas Ketuhanan Yang
Maha Esa menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab ”.
D. Arti Penting Pokok Pikiran dalam Pembukaan UUD 1945
Pokok pikiran dalam UUD 1945 merupakan perwujudan
cita-cita hukum yang ada pada hukum dasar negara, yang tertulis maupun tidak
tertulis. Dibawah ini terdapat arti penting pokok-pokok pikiran yang terkandung
dalam UUD 1945
1. Pokok Pikiran I menyatakan, bahwa negara melindungi
segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia berdasarkan atas
persatuan dengan mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Ini
sekaligus berarti, dalam Pembukaan UUD 1945 diterima aliran pengertian (paham)
negara persatuan, negara yang melindungi danmeliputi segenap bangsa seluruhnya,
mengatasi segala paham golongan dan perseorangan. Aliran inilah yang kemudian
dikenal sebagai paham negara persatuan (integralistik atau kekeluargaan).
Tampak di sini, bahwa pokokpikiran ini identik dengan Sila ke-3 dari Pancasila.
2. Pokok Pikiran II menyatakan, bahwa negara hendak
mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Pokok pikiran ini
identik dengan Sila ke-5 dari Pancasila.
3. Pokok Pikiran III menyatakan, bahwa negara
berkedaulatan rakyat, berdasar atas kerakyatan dan permusyawaratan/perwakilan. Oleh karena itu, sistem
negara yang terbentuk dalam Undang-Undang Dasar harus berdasarkan kedaulatan
dan berdasar atas permusyawaratan perwakilam. Di sini secara jelas tampak bahwa
pokok pikiran ini identik dengan Sila ke-4 dari Pancasila.
4. Pokok Pikiran IV menyatakan, bahwa negara berdasar
atas Ketuhanan Yang Maha Esa menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab.
Oleh karena itu, Undang-Undang Dasar harus mengandung isi yang mewajibkan
pemerintahan dan lain-lain penyelenggara negara untuk memelihara budi pekerti
kemanusiaan yang luhur dan memegang teguhcita-cita moral rakyat yang luhur.
Pokok pikiran ini identik dengan Sila ke-1 dan ke-2 dari Pancasila.
Kesimpulan penjelasan diatas menegaskan bahwa
Pokok-pokok pikiran dari Pembukaan UUD1945 tidak lain adalah Pancasila itu
sendiri dan dijabarkan dalam pasal-pasal Batang Tubuh UUD 1945.
E.
Hubungan Pokok-Pokok Pikiran Pembukaan UUD 1945
dengan pasal-pasal UUD 1945
Pokok-pokok
pikiran yang terkandung dalam Pembukaan UUD 1945 dalam kaitannya dengan Batang
Tubuh UUD 1945 adalah sebagai berikut.
1. Pokok
pikiran pertama “ Negara
melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia
berdasarkan atas persatuan dengan mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh
rakyat Indonesia ”. Pokok pikiran yang pertama ini diciptakan dalam bentuk UUD 1945, Pasal
1 ayat (1), pasal 35, dan 36.
2. Pokok
pikiran kedua “ Negara hendak
mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia ”. Pokok
pikiran ini dicptakan dalam UUD 1945 pada pasal 27,28,29,30,31,32,33,dan 34.
Dalam perubahan kedua UUD 1945, pasal-pasal tersebut (27,28, dan 30) telah
mengalami perubahan. Pasal 27 dan 28 menjadi Bab XA tentang Hak Asasi Manusia
dengan 10 pasal. Pasal 30 mengalami perubahan menjadi 30 pasal (1,2,3,4, dan
5).
3. Pokok
Pikiran ketiga “ Negara
berkedaulatan rakyat, berdasar atas kerakyatan dan permusyawaratan/perwakilan ”. Pokok pikiran ini
diciptakan dalam UUD 1945 pada Pasal 1 ayat (2),2,3, dan 27, kecuali Pasal 2
ayat (2) dan (3).
4. Pokok
pikiran keempat “ Negara berdasar
atas Ketuhanan Yang Maha Esa menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab ”. Pokok
pikiran ini diciptakan dalam pasal 27 sampai dengan 34.
F. Sikap
positif terhadap pokok-pokok pikiran dalam Pembukaan UUD 1945
Beberapa
contoh sikap positif terhadap pokok pikiran Pembukaan UUD 1945 yang dapat kita
lakukan dalam kehidupan sehari-hari adalah sebagai berikut.
1. Pokok
pikiran pertama “ Negara
melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia berdasarkan
atas persatuan dengan mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia ”. Sikap
Positif yang dapat kita lakukan sehari-hari antara lain, ikut serta melindungi
keluarga, teman, dan masyarakat yang lain dari ancaman teroris atau ancaman
lainnya yang dapat merobohkan persatuan bangsa.
2. Pokok
pikiran kedua “ Negara hendak
mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia ”. SIkap
positifnya adalah menggamalkan ( membantuk fakir miskin dengan memberikan
sandang dan pangan ).
3. Pokok
Pikiran ketiga “ Negara
berkedaulatan rakyat, berdasar atas kerakyatan dan permusyawaratan/perwakilan ”. Sikap positif untuk
mengamalkan pokok pikiran ketiga ini adalah membudayakan musyawarah dalam
kehidupan di sekolah, dalam keluarga, masyarakat, dan tempat lainnya.
4. Pokok
pikiran keempat “ Negara
berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab ”. Sikap positif yang dapat kita tunjukkan dalam
pokok pikiran keempat ini adalah memelihara sikap luhur yaitu bersikap ramah kepada
setiap orang, gemar membantu orang lain, berkata santun, dan menjalankan ibadah sesuai agama yang dianut.
Bab. 3
Kepatuhan Terhadap Hukum
A.
Hakikat Hukum
Demi
terbinanya kehidupan yang selaras, seimbang, dan serasi dalam setiap kehidupan
masyarakat diperlukan aturan. Aturan yang berlaku di masyarakat adalah norma,
yang terdiri dari norma agama, kesopanan, kesusilaan dan hukum. Sebagai salah
satu norma yang berlaku dimasyarakat, hukum merupakan ujung tombak dalam
penegakan keadilan.
1. Pengertian
hukum
Hukum merupakan aturan, tata tertib dan kaidah
hidup. Akan tetapi, sampai saat ini belum ada kesepakatan yang pasti tentang
rumusan arti hukum. Tidaklah mudah untuk merumuskan pengertian hukum, karena
hukum itu meliputi banyak segi dan bentuk sehingga satu penggertian tidaklah
mungkin mencakup keseluruhan segi dan bentuk hukum. Hal ini sama dengan
pendapat Van Apeldorn bahwa “ definisi hukum adalah sangatlah sulit untuk
dibuat karena tidak mungkin untuk mengadakannya sesuai kenyataan ”. Akan tetapi
meskipun sulit untuk merumuskan definisi yang baku mengenai hukum, didalam
hukum terdapat beberapa unsur, diantaranya sebagai berikut.
a.
Peraturan mengenai tingkah laku manusia dalam
pergaulan masyarakat.
b.
Peraturan itu dibuat dan ditetapkan oleh
badan-badan resmi yang berwajib
c.
Peraturan itu bersifat memaksa
d.
Sanksi terhadap pelanggaran peraturan tersebut
adalah tegas
Adapun yang menjadi karakteristik dari hukum adalah:
a. Adanya perintah dan
larangan.
b. Perintah atau larangan
tersebut harus dipatuhi oleh semua orang.
Hukum berlaku di masyarakat dan ditaati oleh masyarakat karena hukum
memiliki sifat memaksa dan mengatur. Hukum dapat memaksa seseorang
untuk mentaati tata tertib yang berlaku di dalam masyarakat dan
terhadap orang yang tidak mentaatinya diberikan sanksi yang tegas. Dengan
demikian suatu ketentuan hukum mempunyai tugas untuk:
a. Menjamin
kepastian hukum bagi setiap orang di dalam masyarakat.
b. Menjamin
ketertiban, ketentraman, kedamaian, keadilan, kemakmuran, kebahagian
dan kebenaran.
c.
Menjaga jangan sampai terjadi perbuatan main hakim sendiri dalam pergaulan
masyarakat.
2.
Penggolongan Hukum
Hukum mengatur segala aspek kehidupan
manusia. Mengingat aspek kehidupan manusia sangat luas, sudah barang tentu
ruang lingkup atau cakupan hukum pun bisa begitu luas sehingga perlu dilakukan
penggolongan atau pengklasifikasian.
Berdasarkan kepustakaan hukum ilmu
hukum, hukum dapat digolongkan sebagai berikut.
a. Berdasarkan sumbernya, hukum dapat dibagi dalam :
1) Hukum undang-undang yaitu, hukum yang tercantum dalam
peraturan perundang-undangan.
2) Hukum kebiasaan, yaitu hukum yang terletak dalam
peraturan-peraturan kebiasaan.
3) Hukum traktat, yaitu hukum yang ditetapkan oleh
negara-negara di dalam suatu perjanjian antar negara.
4) Hukum yurisprudnesi, yaitu hukum yang terbentuk karena
keputusan hakim.
b. Berdasarkan tempat berlakunya, hukum dapat dibagi
dalam :
1) Hukum nasional, yaitu hukum yang berlaku dalam wilayah
suatu negara tertentu.
2) Hukum internasional, yaitu hukum yang mengatur
hubungan hukum antar negara dalam dunia internasional.
3) Hukum asing, yaitu hukum yang berlaku dalam wilayah
negara lain.
4) Hukum gereja, yaitu kumpulan-kumpulan norma yang
ditetapkan oleh gereja untuk para anggota-anggotanya.
c. Berdasarkan bentuknya, hukum dapat dibagi dalam :
1) Hukum tertulis yang dibedakan atas dua macam hukum
berikut.
a) Hukum tertulis yang dikodafikasikan, yaitu hukum yang
disusun secara lengkap, sistematis, teratur, dan dibukukukan sehingga tidak
perlu lagi peraturan pelaksanaan. Misalnya KUH pidana, KUH perdata, KUH Dagang.
b) Hukum tertulis yang tidak di kodafikasiakan yaitu
hukum yang meskipun tertulis, tetapi tidak di susun secara sistematis, tidak
lengkap, dan masih terpisah-pisah sehingga sering masih memerlukan peraturan
pelaksanaan dalam penerapan. Misalnya undang-undang, peraturan pemerintah dan
keputusan presiden.
2) Hukum tidak tertulis, yaitu hukum yang hidup dan
diyakini oleh warga masyarakat serta dipatuhi dan tidak terbentuk menurut
prosedur formal tetapi lahir dan tumbuh dikalangan masyarakat itu sendiri.
d. Berdasarkan waktu berlakunya, hukum dapat dibagi dalam
:
1) Ius Constitutum (hukum positif), yaitu hukum yang
berlaku sekarang bagi suatu masyarakat tertentu dalam suatu daerah terntentu,
misalnya UUD RI 1945, Undang-Undang Ri Nomor 12 Tahun 2006 tentang
Kewarganegaraan Republik Indonesia.
2) Ius Constituendum (hukum negatif), yaitu hukum yang
diharapkan berlaku pada waktu yang akan datang. Misalnya Rancangan
Undang-Undang (RUU).
e. Berdasarkan cara mempertahankannya, hukum dapat dibagi
dalam :
1) Hukum material, yaituhukum yang mengatur hubungan
antara anggota masyarakat yang berlaku umum tentang hal-hal yang dilarang dan
dibolehkan untuk dilakukan. Misalnya, hukum pidana, hukum perdatam hukum dagang
dan sebagianya.
2) Hukum formal, yaiut hukum yang mengatur bagaimana cara
mempertahankan dan melaksanakan hukum material. Misalnya, Hukum Acara Pidana
(KUHAP), Hukum Acara Perdatan, dan sebagainya.
f.
Berdasarkan sifatnya,
hukum dapat dibagi dalam
1) Hukum yang memaksa, yaitu hukum yang dalam keadaan
bagimanapun juga harus dan mempunyai paksaan mutlak. Misalnya, seseorang yang
melakukan pembunuhan maka sanksinya secara paksa wajib dilaksanakan.
2) Hukum yang mengatur, yaitu hukm yang dapat
dikesampingkan apabila pihak-pihak yang bersangkutan telah membuat peraturan
sendiri dalam suatu perjanjian. Misalnya ketentuan dalam pewarisan ab-intesto
(pewarisan berdasarkan undang-undang) baru mungkin bisa dilaksanakan jika tidak
ada surat wasiat (testamen).
g. Berdasarkan wujudnya, hukum dapat dibagi dalam :
1) Hukum objektif, yaitu hukum yang mengatur hubungan
antara dua orang atau lebih yang berlaku umum. Dengan kata lain, hukum dalam
suatu negara yang berlaku umum dan tidak mengenai orang atau golongan tertentu.
2) Hukum subjektif, yaitu hukum yang timbul dari hukum
objektif dan berlaku terhadap seseorang atau lebih. Hukum subjektif sering juga
disebut hak.
h. Berdsarkan isinya, hukum dapat dibagi dalam :
1) Hukum publik, yaitu hukum yang mengatur hubungan
antara negara dengan individu (warga negara), menyangkut kepentingan umum
(publik). Hukum publik terbagi atas :
a) Hukum Pidana, yaitu mengatur tentang pelanggaran dan
kejahatan, memuat larangan dan sanksi.
b) Hukum Tata Negara, yaitu mengatur hubungan antara
negara dengan bagian-bagiannya.
c) Hukum Tata Usaha Negara (administratif), yaitu mengatur
tugas kewajiban pejabat negara.
d) Hukum Internasional, yaitu mengatur hubungan
antarnegara, seperti hukum perjanjian internasional, hukum perang
internasional, dan sebagainya.
2) Hukum private (sipil), yaitu hukum yang mengatur
hubungan antara individu satu dan individu lain, termasuk negara secara
pribadi. Hukum privat terbagi atas :
a) Hukum Perdata, yaitu hukum yang mengatur hubungan
antarindividu secara umum. Contoh, hukum keluarga, hukum kekayaan, hukum waris,
hukum perjanjian, dan hukum perkawinan.
b) Hukum Perniagaan (dagang), yaitu hukum yang mengatur
hubungan antarindividu dalam perdagangan. Contoh, hukum tentang jual beli,
hutang piutang, mendirikan perusahaan dagang dan sebagianya.
3. Tujuan Hukum
Tujuan ditetapkannya hukum bagi suatu negara adalah
untuk menegakkan kebenaran dan keadila, mencegah tindakan yang sewenang-wenang,
melindungi hak asasi manusia dan menciptakan suasana yang tertib , tenteram,
aman, dan damai
B. Arti penting Hukum yang berlaku dalam kehidupan
Bermasyarakat dan Bernegara
Keberadaan hukum dalam pergaulan hidup
bagi warga negara memiliki arti penitng dalam membina kerukunan, keamanan,
ketentraman, dan keasilan. Secara singkat dapat disebutkan arti penting hukum
bagi masyarakat sebagai berikut.
1. Memberikan kepastian hukum bagi warga negara
2. Melindungi dan mengayomi hak-hak warga negara
3. Memberikan rasa keadilan bagi negara
4. Menciptakan ketertiban dan ketentraman
C. Kepatuhan terhadap Hukum dalam Kehidupan Bermasyarakat
dan Bernegara
1. Perilaku yang sesuai dengan Hukum
Ketaatan atau kepatuhan terhadap hukum yang berlaku
merupakan konsep nyata dalam diri seseorang yang diwujudkan dalam perilaku yang
sesuai dengan sistem hukum yang berlaku. Tingkat kepatuhan hukum yang
diperlihatkan oleh seorang warga negara, secara langsung menunjukkan tingkat
kesadaran hukum yang dimilikinya. Kepatuhan hukum mengandung arti bahwa
seseorang memiliki kesadaran untuk :
a. Memahami dan menggunakan peraturan perundangan yang
berlaku
b. Mempertahankan tertib hukum yang ada
c. Menegakkan kepastian hukum
Adapun, ciri-ciri seseorang yang
berperilaku sesuai dengan hukum yang berlaku dapat dilihat dari perilaku yang
diperbuatnya :
a. Disenangi ileh masyarakat pada umumnya
b. Tidak menimbulkan kerugian bagi diri sendiri dan orang
lain
c. Tidak menyinggung perasaan orang lain
d. Menciptakan keselarasan
e. Mencerminkan sikap sadar hukum
f.
Mencerminkan kepatuhan
terhadap hukum
Berikut ini contoh perilaku yang
mecerminkan kepatuhan terhadap hukum yang berlaku.
a. Dalam kehidupan di lingkungan keluarga, diantaranya :
1) Mematuhi perintah orang tua
2) Ibadah tepat waktu
3) Menghormati anggota keluarga yang lain seperti ayah,
ibu, kakak, dan adik
b. Dalam kehidupan di lingkungan sekolah, diantaranya :
1) Menghormati kepala sekolah, guru, dan karyawan lainnya
2) Memakai pakaian seragam yang telah ditentukan
3) Tidak mencontek ketika sedang ulangan
c. Dalma kehidupan di lingkungan masyarakat, diantaranya
1) Melaksanakan setiap norma yang berlaku di masyarakat
2) Melaksanakan tugas ronda
3) Ikut serta dalam kegiatan kerja bakti
d. Dalam kehidupan di lingkungan bangsa dan negara,
diantaranya :
1) Bersikap tertib ketika berlalu lintas di jalan raya
2) Memiliki KTP bagi yang sudah mencukupi umurnya
3) Membayar pajak
2. Perilaku yang bertentangan dengan Hukum Beserta
Sanksinya
a. Macam-macam Perilaku yang Bertentangan dengan Hukum
Perilaku yang bertentangan dengan hukum timbul sebagai
akibat dari rendahnya kesadaran hukum. Ketidakpatuhan terhadap hukum dapat
disebabkan oleh dua hal.
1) Pelanggaran hukum oleh si pelanggar sudah dianggap
sebagai kebiasaan, bahkan kebutuhan.
2) Hukum yang berlaku sudah tidak sesuai lagi dengan
tuntutan kehidupan.
Berikut contoh perilaku yang bertentangan
dengan hukum yang terjadi di lingkungan keluarga, sekolah, masyarakat, bangsa,
dan negara.
1) Dalam lingkungan keluarga, diantaranya :
a) Mengabaikan perintah orang tua
b) Ibadah tidak tepat waktu
c) Mengganggu kakak atau adik yang sedang belajar
2) Dalam lingkungan sekolah, diantaranya :
a) Mencontek ketika ulangan
b) Datang ke sekolah terlambat
c) Bolos mengikuti pelajaran
3) Dalam lingkungan masyarakat, diantaranya :
a) Mangkir dari tugas ronda
b) Mengkonsumsi obat-obat terlarang
c) Melakukan perjudian
4) Dalam lingkungan bangsa dan negara, diantaranya :
a) Tidak mematuhi rambu-rambu lalu lintas
b) Melakukan aksi terror terhadap alat-alat kelengkapan
negara
c) Tidak berpartisipasi pada kegiatan pemilihan umum
b. Macam-macam sanksi
Sanksi terhadap pelanggaran itu banyak ragamnya,
misalnya sanksi hukum, sanksi sosial, dan sanksi psikologis. Sifat dan jenis
sanksi dari setiap norma dan hukum berbeda satu sama lain. Akan tetapi, dari
segi tujuannya sama, yaitu untuk mewujudkan ketertiban dalam masyarakat.
Berikut ini sanksi terhadap norma-norma yang berlaku di masyarakat.
No
|
Norma
|
Pengertian
|
Contoh-Contoh
|
Sanksi
|
1.
|
Agama
|
Petunjuk hidup yang bersumber dari Tuhan
yang disampaikan melalui utusan-utusan-Nya (Rasul/Nabi) yang berisi perintah,
larangan atau anjuran-anjuran
|
a. Beribadah
b. Tidak berjudi
c. Suka beramal
|
Tidak langsung, karena akan diperoleh setelah
meninggal dunia (pahala atau dosa)
|
2.
|
Kesusilaan
|
Pedoman pergaulan hidup yang bersumber
dari hati nurani manusia tentang baik-buruknya suatu perbuatan
|
a. Berlaku jujur
b. Menghargai
orang lain
|
Tidak tegas, karena hanya diri sendiri yang
merasakan (merasa berslaah, menyesal, malu, dan sebagainya)
|
3.
|
kesopanan
|
Pedoman hidup yang timbul dari hasil
pergaulan manusia di dalam masyarakat
|
a. Menghormati
orang
yang
lebih tua
b. Tidak berkata
kasar
c.
Menerima
dengan tangan
kanan
|
Tidak tegas, tapi dapat diberikan oleh
masyarakat dalma bentuk celaan, cemoohan atau pengucilan dalam pergaulan
|
4.
|
Hukum
|
Pedoman hidup yang dibuat oleh badan
yang berwenang mengatur manusia dalam kehidupan berbangsa dan bernegara
(berisi perintah dan larangan)
|
a. Harus tertib
b. Harus sesuai
prosedur
c. Dilarang
mencuri
|
Tegas dan nyata serta mengikat dan
memaksa bagi setiap orang tanpa terkecuali
|
Dari tabel diatas disebutkan bahwa sanksi norma hukum
adalah tegas dan nyata. Hal tersebut mengandung pengertian sebagai berikut.
1) Tegas berarti adanya aturan yang telah dibuat secara material
telah diatur. Misalnya, dalam hukum pidana mengenai sanksi diatur dalam pasal
10 KHUP. Dalam pasal tersebut ditegaskan bahwa sanksi pidana terbentuk hukuman
yang mencakup :
a) Hukuman poko, yang terdiri :
1) Hukuman mati
2) Hukuman penjara yang terdiri dari hukuman seumur hidup
dan hukuman sementara waktu (setinggi-tingginya 20 tahun dan sekurang-kurangnya
1 tahun)
b) Hukuman tambahan, yang terdiri :
1) Pencabutan hak-hak tertentu
2) Perampasan (penyitaan) barang-barang tertentu
3) Pengumuman keputusan hakim
2) Nyata berarti adanya aturanyang secara material telah
ditetapkan kadar hukuman berdasarkan perbuatan yang dilanggarnya. Contoh :
Pasal 338 KUHP, menyebutkan “ barang siapa sengaja merampas nyawa orang lain,
diancam, karena pembunuhan, dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun “.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar